Di Mahameru kami bersama
menggantungkan asa, Mba Sandra, Mba Alia, Niza, Farah, Fia, Ka Lovie, Bang
Tedjo, Nauvael, Mas Inul, Ibnu, Bayu, Yasin, Andri, Mas Ruspi, Adi, Bang Rony,
Bang Rully dan Sauqi.
***
“Mahameru??? Yakin loe???
Hahahahahaha”
Kalimat itu terus
terngiang-ngiang ditelinga saya dalam pendakian Mahameru, kata-kata itu saya
dengar saat di Ranupane, dari para pendaki terdahulu yang berpapasan ketika
kami akan memulai perjalanan. Itu mereka katakan setelah melihat baju yang kami
kenakan “Mahameru, one love one heart one destination”.
28 Desember 2012
Saya terbangun dari tidur
ketika pesawat yang membawa saya ke Juanda International Airport landing dengan
baik, perjalanan panjang menuju tanah Jawa benar-benar melelahkan. Dimulai dari
5 jam naik mobil dari rumah ke Bandara Syamsudin Noor airport Banjarmasin, maklumlah
rumah saya berada di Kabupaten Balangan yang jaraknya 200 km dari Banjarmasin,ditambah
lagi penerbangan plus plus delay pesawat hampir yang memakan waktu hampir 3 jam.
Ini adalah perjalanan pertama kalinya sendirian ke Surabaya, sebelumnya saya
memang pernah beberapa kali ke Surabaya sewaktu Kuliah untuk Praktek Industri dan tugas dari Kantor tempat saya
bekerja sekarang, tinggal duduk manis di mobil yang sudah disiapkan, jadi
perjalanan kali ini sedikit berbeda bagi saya yang jarang jalan-jalan keluar
pulau sendirian.
Jam sudah menunjukkan pukul
8 malam, saya bergegas menuju conveyor mengambil bagasi
untuk melanjutkan perjalanan ke Malang dengan Travel yang sudah dipesan
sebelumnya, di mobil menuju Malang saya berkenalan dengan penumpang lain yang
berasal dari Bandung dan Samarinda, mereka pula yang ikut membantu mengarahkan
saya menuju alamat Jonas Homestay tempat janjian menginap dengan Mba Alia. Ternyata
disana sudah menunggu pula Bang Teddy dari Bontang dan Mas Inul dari Gresik dan
dengan mereka pula kami bertugas belanja logistik keeseokan harinya, karena
sudah hampir jam 10 malam dan naga dalam perut mulai ngamuk, selepas meletakkan
semua barang-barang dikamar, kami diajak berkeliling Malang sekaligus dinner,
kebetulan Mas Inul bawa mobil jadi gampang kesana kemari, jadi diajaklah kita
nongkrong ngobrol ngalur ngidul dengan mereka yang super gila, jam 11 lebih
saya dan mba alia dianter pulang ke homestay untuk istirahat dan bobo cantik.
29 Desember 2012
Tepat jam 9 pagi saya dan
mba Alia dijemput bang Teddy dan mas Inul buat beli logistik kelompok,
sementara kami belanja cowok-cowok memisahkan diri untuk beli perlengkapan
pribadi yang masih kurang. Hasilnya, tatapan melongo dari bang Ted dan Mas Inul
cukup menggambarkan betapa hebohnya belanjaan kami, pisss...
Alih-alih membunuh waktu
para cowok-cowok menawarkan diri buat jemput Mba Sandra di bandara AbdulRahim
Malang karena meeting point di Balai Rakyat Desa Tumpang di Mulai dari pukul
17.00. Mba Sandra merupakan peserta paling 'senior' di event ini dan
satu-satunya pula peserta dari Padang. Berhubung Bang Ted ini bukan asli Malang
dan mas Inul dari Gresik, Google maps lah bos nya selama perjalanan muter-muter
Malang. Nyadar dari pagi belom sarapan, kita mengisi perut diwarung pinggir
jalan akhirnya semangkok mie pangsit jadi sasaran kebiadaban para kuli ini,
(sampai tulisan ini dibuat saya belum kesampaian makan bakso Cak Man
#poorWiwin). Sesampai di bandara jam 13.00, tapi ternyata pesawat yang
dijadwalkan landing jam 2 siang mengalami delay 1 jam karena cuaca buruk,
suasana gerimis dan angin sepoi-sepoi tambah bikin ngantuk, Bang Ted dan Mas
Inul memilih tidur di mobil sementara Mba Alia ngecharge handphone di ruang
tunggu Bandara dan saya memilih menikmati segelas kopi yang justru tidak
mengusir ngantuk sedikitpun.
Tepat jam 3 siang pesawat
yang dinantipun akhirnya landing, kamipun bergegas menuju point meeting Balai Rakyat Desa
Tumpang. Sementara itu kami juga tidak putus-putusnya kontak BBM'an dengan
teman-teman satu kelompok dari Kaltim dan Bandung yang juga dalam perjalanan
menuju Desa Tumpang. Hampir magrib kami tiba di Balai Rakyat dan berkenalan
dengan peserta lain yang berjumlah 50an orang, kebanyakan mereka berasal dari
Jakarta dan bareng-bareng naik kereta ke Malang. Jujur saya merasa sangat kikuk
dan minder dengan peserta lain yang memang sebagian besar sudah pernah bertemu,
selain pada dasarnya saya pendiam dan sulit komunikasi, saya cenderung sulit
bergaul dengan orang-orang baru dan lebih banyak diam. Saya ada dikelompok
Arcapada yang berjumlah 18 orang, semua berasal dari Luar Jakarta, dari Kaltim,
Padang, Bandung, Gresik, Boyolali, Jogja, Surabaya dan saya sendiri dari
Kalsel.
Selepas magrib kami
mempacking ulang bawaan dan sharing logistik ke masing-masing peserta kelompok,
sedangkan untuk tenda, nesting dan kompor
khusus dibawa cowok-cowok, dilanjutkan dengan meeting dengaan seluruh
peserta untuk persiapan pendakian besok dan pengumpulan berkas administrasi
untuk TNBTS. Setiap kelompok didampingi oleh satu orang guide dari Backpacker
Malang, beruntung kelompok saya beberapa orang sudah malang melintang dalam dunia
pendakian, seperti leader team Mas Lovie, Bang Ted, Niza, Yasin, Novel, Mas
Ruspi, Nauvael.
Dinginnya lantai Balai
Rakyat Desa Tumpang pun akhirnya mengantarkan badan saya yang sangat lelah ke
alam mimpi, beralaskan kardus dan berdempetan dengan mba Sandra untuk mengusir
dinginnya udara Tumpang. Semeru. Here we come.
30 Desember 2012
Sudah hampir jam 6 pagi tapi
rasanya malas sekali beranjak dari tempat tidur namun melihat teman-teman yang
lain sudah mandi saya bergegas menuju mushola untuk sholat subuh dan antri di
toilet yang mungkin itu adalah “pembuangan” terakhir ditempat yang seharusnya.
Sayapun bersiap dan
memastikan barang bawaan agar tidak ada yang terlupa, sebelumnya saya, Mba
Alia, Niza, dan Mba Sandra ditemani Yasin jalan-jalan di pasar Tumpang untuk
membeli sayur sekalian sarapan dan membeli bekal untuk makan siang nantinya saat
perjalanan Ranupane-Ranukumbolo, malang sekali hari itu, jam
10 sudah berlalu tapi tidak ada tanda-tanda jeep yang akan membawa kami ke
Ranupani datang menjemput, wajah saya yang tadinya merata dengan sunblock
pemberian ka Lovie perlahan mulai luntur seiring dengan kekesalan kami karena
haripun sudah masuk Dzuhur dan langit perlahan mulai mendung, yup ini bulan
Desember, musim penghujan dan mas Dwi guide kami bilang hampir dipastikan
setiap jam 3 keatas selalu hujan. Tidak berapa lama jeep pun datang satu
persatu, ternyata mereka dari mengantar tamu ke Bromo, benar saja ini
tanggal-tanggal high season dimana banyak orang pergi ketempat wisata.
Perjalanan Tumpang-Ranupani
pun dimulai ditemani hujan gerimis, semua keril kami ditumpuk jadi satu diatas
jeep diikat dan titutup terpal, kamipun bersiap memakai jas hujan, sialnya,
karena sepatu yang terlalu besar celana hujan sayapun robek ketika baru ingin
memakainya. Oh bagus, inilah kaki saya dengan nomor sepatu 40-41!
Arcapada team "we are ready!!!" |
Disepanjang perjalanan
ditemani pemandangan yang indah dikanan dan kiri jalan, ladang sayur penduduk
diperbukitan, perkebunan apel, bahkan aliran sungai kecil diantara jurang,
keren! Maklumlah karena saya terbiasa bekerja di daerah yang dikelilingi gambut
dan rawa. Suasana pun bertambah riuh mengiringi lawakan-lawakan jayus dari
orang-orang sakit jiwa yang ada di jeep, Bayu, Bang Ronny, Niza, Mba Alia, Bang
Ronny, Inul, Farah, Sauqi, Bang Rully, yang merupakan kumpulan manusia yang
dicoret dari daftar orang-orang waras,
bahkan pipi saya sangat sakit karena terlalu banyak tertawa, tanjakan sepanjang
perjalanan pun menjadi tidak terlalu berarti lagi. 2 jam kemudian kami sampai
di Ranupani yang merupakan desa terakhir sebelum pendakian, hujanpun semakin
lebat menyambut kedatangan kami.
Jam 4 lebih kami baru
memulai perjalanan menuju Ranukombolo, ditemani hujan lebat sungguh bukan waktu
yang tepat untuk memulai perjalanan. Dengan pakaian berlapis raincoat kelompok
kami berjalan pertama, dengan guide paling depan dan ka Lovie paling belakang
untuk memantau anggota kelompok. Di awal trek kami sudah disuguhi tanjakan
penuh pengharapan, baru beberapa meter saya sudah merasa ngos-ngosan sempat
terpikir untuk berbalik arah dan kembali ke Ranupani, tiba-tiba saya tersadar
betapa sombongnya saya ingin menapaki Mahameru tanpa bekal trekking sebelumnya.
Sesekali kami berhenti sejenak untuk mengatur nafas dan minum beberapa teguk.
Namun karena kondisi fisik yang berbeda-beda ditambah hujan tidak kunjung
berhenti, kelompok kami jadi terbagi, sebagian ada yang cepat dan sebagian yang
lain agak lebih santai. Saya pun terpisah dari teman2 cewek yang lain, Saya,
Ibnu, Mas Inul, Bayu, Bang Ronny dan Mas Dwi yang merupakan guide kelompok
kami. Duet Bayu dan Bang Ronny cukup menyegarkan suasana, ocehan-ocehan ngalur
ngidul mereka yang sakit jiwa jadi mengalihkan pikiran dari capeknya badan.
Sesekali kami bertemu dengan kelompok lain ataupun pendaki dari komunitas yang
berbeda dan saling menyemangati. Perjalanan Ranupane-Ranukumbolo tidaklah
terlalu sulit, hal ini saya sadari ketika perjalanan pulang, bahkan sebagian
jalan sudah menggunakan bata press, memang sesekali ada tanjakan yang cukup
mengerikan karena adanya longsor disebagian sisi jalan didekat Pos 2. Saya
bahkan beberapa kali bertanya kepada Mas Dwi setiap kali melewati tanjakan “Ada
berapa tanjakan lagi Mas setelah ini?” Kata mas Dwi, tanjakan yang cukup sulit
ada disebelah Pos 3.
Tapi ketika hampir pukul
20.00 ditengah perjalanan menuju Pos 3 kondisi kami benar-benar mulai drop,
lapar, dingin dan mengantuk itulah biang keroknya. Sayapun mulai kehabisan
tenaga, Ibnu lah yang membantu menarik trekking pole yang saya ulurkan bila
bertemu tanjakan. Awalnya Mas Inul mengusulkan ngecamp saja dan melanjutkan
perjalanan keesokan harinya, tapi kata Mas Dwi lebih baik memasak makanan dan
beristirahat sampai kondisi lebih fit karena perjalanan tinggal sedikit lagi,
kebetulan kompor nesting dan logistik di share ke semua anggota kelompok. Waktu
itu Ibnu kebagian bawa 2 buah Ransum Polri dari Mba Sandra, aku dan mas Inul
lumayan banyak membawa mie Instan, dengan dibantu mas Dwi memasak (lebih
tepatnya dimasakin Mas dwi ^^) jadilah malam itu dinner terindah dan terlezat
yang pernah saya nikmati.
Syukurlah setelah itu tidak
berapa lama kami bertemu teman-teman satu kelompok, Ka Lovie, Mba Alia, Niza, Novel,
Fia, Sauqi, dll.. dan ikut menyantap makan malam yang lezat kala itu. Kamipun
melanjutkan perjalanan bersama dan berjanji tak akan berpisah lagi #uhukuhuk
Jam 11 malam kami sampai di
Ranukumbolo, danau cantik di 2500 Mdpl tempat kami menginap sebelum ke Kalimati.
Terlihat banyak tenda2 para pendaki lain yang telah terdahulu sampai. Trek
untuk turun ke zona camp pun tidak mudah, sangat licin karena diguyur hujan
seharian, sekali dua kali terpeleset sayapun memilih perosotan saja sepanjang jalan, hihihi,
masa kecil kurang bahagia ini. Sesampainya dilokasi camp tepi danau Ranukombolo
kami bergegas mendirikan tenda, merebus air dan mie instan penghalau dinginnya
malam dan terpaan hujan sepanjang perjalanan siang tadi.
Malam itu saya tidur dengan
Niza dan Mba Alia, parahnya isi carrier saya yang sudah saya bungkus plastik
satu-satu, kemudian dibungkus trashbag dan luarnya memakai raincover sebagian
besar basah, termasuk sleeping bag dan jaket. Rasanya apes sekali karena hidropack yang saya taruh dalam keril tidak tertutup rapat, bagaimana
mau melanjutkan perjalanan besok? Sayapun dipinjami jaket tebal oleh Mba Sandra
dan sarung tangan dari Mba Alia, lumayan lah untuk mengusir dingin yang menusuk
tulang. Tidur sayapun sama sekali tidak nyenyak, lagi-lagi karena dingin yang
mendera, sesekali terbangun dengan menggigil kedinginan. Malam yang benar-benar
berat untuk saya pendaki amatiran ini.
31 Desember 2012
Saya terbangun dengan tubuh
gempor seperti maling habis dikeroyok masa karena ketahuan mencuri ayam, trus
digeret dari satu kampung ke kampung lain (ya ampun sadis amat ini)
Waktu itu jam sudah
menunjukkan pukul 5 (belakangan saya lupa, itu jamnya masih WITA atau sudah
saya pindah WIB), saya menengok keluar tenda melihat sekeliling, ternyata masih
amat sepi, mengambil kamera dan keluar tenda, niatnya mau hunting sunrise tapi
ternyata sudah terlewat, jadilah saya foto Ranukombolo dengan Bang Ronny yg
sudah lama bangun dan nongkrong tepi danau.
Pagi di ranukumbolo |
Pagi itu cuaca cerah sekali,
kami sarapan didepan tenda Bang Teddy Cs, tendanya besar dan sangat bergaya
#ngek konon katanya tenda itu biasa digunakan buat acara "ngetrail"
bang Teddy, beratnya saja hampir 17kg.
Ada banyak menu random untuk
sarapan, nasi ransum dari mba Sandra, Mie instan rebus, Bubur instan, Nasi
dengan lauk rendang yang lagi-lagi dari mba Sandra yang langsung dibawa dari
Padang, ranca banaaa!! Saya memilih sarapan bubur tapi akhirnya merebus mie
lagi karena ngiler mie instannya Farah, hufh tidak konsisten!
Pagi itu ditemani segelas
teh hangat diselingi candaan seru ala Arcapada team ditepi Ranukombolo,
bersama mereka layaknya charge energi plus tambahan power bank setelah
perjalanan panjang kemarin. Entahlah, bersama mereka layaknya keluarga padahal itu adalah pertama kalinya kami bertemu satu sama lain.
Emaknya Arcapada "Mami Alia dan Mba Sandra" |
Sekitar jam 8 hari bertambah
cerah, lumayanlah untuk menjemur barang-barang yang basah. Sleeping bag, baju,
jaket dan sepatu berjejer diatas matras yang saya gelar disamping tenda.
Sembari menunggu waktu untuk melanjutkan perjalanan ke camp berikutnya di
Kalimati, apalagi kalau bukan foto-foto,hehehe.. Ranukombolo adalah danau
dengan luas...Seperti layaknya kawah yang dikelilingi pepohonan dan hamparan
rumput yang tertata rapi.
Hampir pukul 11 kami mulai
berkemas, packing ulang barang-barang yang akan dibawa ke Kalimati, karena
alasan kesehatan beberapa rekan tidak ikut melanjutkan perjalanan, termasuk
bang Teddy yang akan menyusul ke Kalimati sore nantinya. Jadilah sebagian
barang-barang yang dirasa kurang perlu saya titipkan ditendanya, begitu juga
logistik dan peralatan kompor dan nesting, hanya sebagian yang kami bawa
menyesuaikan kebutuhan sewaktu di Kalimati dan summit nanti.
Hari itu kembali diterpa
gerimis, jadilah harus memakai raincoat lagi, itupun tinggal atasannya saja
karena celananya sudah sobek-sobek sewaktu perjalanan Ranupani-Ranukombolo,
maklumlah raincoat itu didesain untuk pengendara motor, bukan untuk outdoor,
hiks. Setelah wara wiri menunaikan kewajiban session foto-foto kamipun
melanjutkan perjalanan dengan membawa 4 tenda, menyisakan tenda besar bang
Teddy di ranukombolo. Dikejauhan terlihat tanjakan cinta, tanjakan pertama
menuju oro-oro ombo, mitosnya siapa yang dapat berjalan melewatinya tanpa
menoleh kebelakang keinginan cintanya akan terwujud, yahh begitulah kira-kira.
Dibagian ini Mba Alia yang
paling semangat, berdoa sejenak sambil menutup mata lalu berjalanan dengan
mantapnya, sedangkan aku? Berjalanan tertatih-tatih seperti memikul derita
berton-ton, apa ini?? Tanjakan cinta? Tapi tunggu, jangan percaya begitu saja
dengan namanya, sungguh, namanya tak seindah yang terlihat, ini benar-benar
berat apalagi dengan tubuh saya yang lebar dan belum pemanasan pula. Kata Novel
mah: "ini bukan tanjakan cinta, tapi tanjakan keterlaluan" Yup, itu
tanjakan kedua yang dinamai novel setelah tanjakan PHP di perjalanan
Ranupani-Ranukombolo dekat pos 3. Oh jangan sampai tiba-tiba ada yang terlupa
kemudian harus kembali lagi ke Ranukombolo untuk mengambilnya seperti mas ruspi, jackpot karena terlupa membawa sesuatu jadi mesti balik lagi..
Baru beberapa langkah saja sudah
serasa kehabisan oksigen, yang akhirnya berhenti tiap dua atau tiga langkah
sekedar untuk menstabilkan nafas. Hujan semakin deras, perjalanan dilanjutkan
menuju oro-oro ombo, Oro-oro ombo adalah padang sabana yang luas, treknya pun
datar saja nyaman untuk tiduran, sepanjang trek oro-oro ombo dikelilingi
bermacam tanaman tinggi yang cantik salah satunya lavender, kala itu lavender
sedang mekar, sayang session foto-foto di cut dulu karena akan menghalangi
jalan dan mengganggu pendaki lain yang lewat.
Sesampainya di Cemoro
Kandang hujan mulai reda, tidak lupa menyempatkan foto-foto (tetep)
dan istirahat sejenak. Daerah ini penuh dengan pohon cemara, itulah mungkin
kenapa dinamakan Cemoro Kandang atau kandangnya Cemara, #asal. Kami melanjutkan
perjalanan kembali setelah cukup beristirahat, team kami kembali terpencar,
tapi tidak terlalu jauh, saya berjalan beriringan dengan Mas Dwi dan Bang
Ronny, dari sini saya mulai merasa ada yang salah dengan perut saya, saya
benar-benar ingin pipis, sedangkan sepanjang trek semak-semak sekitar cemara
tidak terlalu tinggi. Jadilah mas Dwi mencarikan tempat dan membukakan jalan
untuk saya pipis dan nongkrong dengan antengnya sementara pendaki-pendaki lain
lewat.
Hujan bertambah lebat,
berjalanan pun terasa ngos-ngosan sekali, haus dan lapar, ini mungkin penyakit
pribadi saya yang gampang lapar, hohoho.
Kami akhirnya istirahat
duduk-duduk diatas kayu tua yang sudah lama tumbang sambil menikmati biscuit
Bang Rully sambil becanda, entah siapa yang memulai bermain
engklek sambil bawa keril itu, gilakkk..hahaha
Hampir memasuki Jambangan
Novel mulai kedinginan teramat berat, dia meminta untuk ngecamp di Jambangan
saja, tangannya benar-benar dingin seperti membeku, kami bersama-sama
menggenggam tangannya untuk saling menghangatkan, lagi-lagi semangat itu datang
tanpa diminta, didepan kami terlihat dari kejauhan sang Mahameru. Semangat
itupun kembali muncul, tanpa peduli badan yang sudah letih dan dingin.
Menyusuri jalanan dari Jambangan ke Kalimati yang membentuk aliran air yang
licin dan becek. Saya meringis, Mahameru, itukah perjalanan kami selanjutnya?
Kalimati (2700 mdpl)
Hujan mulai reda dan
menyisakan sepatu, pakaian yang basah dan raincoat yang hancur. Mie rebus yang
dinikmati keroyokan dan segelas energen kembali memulihkan stamina. Kala itu
hari sudah mulai sore, aku Niza dan Mba Sandra berjalan-jalan kedepan shelter
dan memandangi Mahameru dari kejauhan, disini banyak sekali Edelwais, sayangnya
musim hujan bukan waktu yang tepat melihatnya bermekaran.
Mahameru terlihat dari Kalimati |
Selanjutnya kami memutuskan
untuk beristirahat, memulihkan tenaga persiapan summit attack nanti malam,
tepatnya “tengah malam” pukul 00.00.
Saya tidak dapat tidur
dengan nyenyak karena masih ragu apakah mampu summit atau tidak, kedinginan,
lelah, raincoat yang hancur, sepatu dan celana yang basah lengkap sudah alas an
saya untuk tidak ikut summit nanti malam. Selepas magrib saya keluar dari tenda
dan bertemu dengan Mas Andri dan teman-teman "kuda laut" (teman-teman dari pertamina *read) lainnya. Saya dengar
mereka memutuskan tidak summit malam itu karena gear yang tidak siap, ini
membuat saya semakin kalut tapi toh saya tetap ngikut mereka ke api unggun
untuk menghangatkan badan dan mengeringkan sarung tangan dan celana. Ternyata
disana sudah ada Mas Ucil, Mas Deddy, Vaza dan teman-teman yang lain, Mas
Porternya mba Sandra juga membantu mengeringkan sepatu saya. Belakangan ada ka
Lovie, dia juga bilang kalau sehabis itu saya disuruh tidur dengan Fia dan
Sauqi.
Ternyata Sauqi sedang demam
tinggi dan memutuskan untuk tidak summit, begitu pula dengan Fia. Yah.. kondisi
fisik kita hanya kita yang tahu, saya jadi semakin bingung tapi tetap
mempersiapkan pakaian untuk summit.
Hampir jam 11 saya
terbangun, mba Alia pun dengan sigapnya mengecek tenda-tenda untuk membangunkan
kami, membagikan kue lapis untuk bekal. Saya kalut, tapi apa mau dikata, tidak
salahnya mencoba, anak-anak kuda laut yang tadinya berencana batal summit pun
akhirnya memutuskan ikut summit. Berbekal Daypack yang berisikan cokelat,
waterbag yang penuh dan seiris kue lapis dari mba Alia, saya pikir toh nanti
kalau tidak kuat saya bisa stop di Arcapada.
Pukul 00.00 perjalanan
dimulai setelah sebelumnya kami semua berdoa bersama, entah darimana asalnya ada
kembang api pada saat itu. Ya, tepat pada saat pergantian tahun, dan inilah
kado terindah diawal tahun 2013, perjalanan menuju Mahameru.
****
Entah kenapa perjalanan
Kalimati-Arcapada terasa gila dan capek, padahal hanya ada tanjakan-tanjakan
kecil, mungkin karena niat summit yang setengah-setengah yang membuat terasa
berat. Sesampainya di Arcapada, sayapun kembali kalut, apa berhenti atau
lanjut. Tapi melihat semangat teman-teman, terlebih mba Sandra yang ternyata
tepat di hari itu sedang berulang tahun, membuat saya kembali bersemangat untuk
melanjutkan perjalanan. Hingga sampai di Cemoro Tunggal diakhir vegetasi, saya
terhenti, yang ada hanya lautan pasir dan batu dengan kemiringan yang
mencengangkan bagi saya sang amatiran. Satu persatu teman-teman mulai naik,
istilahnya naik 3 turun 2, 3 kali melangkah maju namun melorot 2 langkah.
Apalagi melihat mba Sandra yang hampir menyerah karena sepatunya terlalu licin
untuk trek berpasir, namun bang Rully terus memberikan dorongan dan menggeret
mba Sandra. Saya bingung dan tidak kuat, baru melangkah sudah melorot, akhirnya
saya digeret Ibnu, Adi dan Andri, oh jahatnya saya bahkan tidak bisa mengenali
wajah orang-orang yang menggeret saya karena hari terlalu gelap.
Saya terus berjalan dengan
digeret Ibnu, kadang mencoba berjalan sendiri tapi ujung-ujungnya juga saya
mengangkat trekking pole minta ditarik, hehehe.
Lama kelamaan saya jadi
kurang enak dengan Ibnu dan yang lain, tidak mungkin terus-terusan saya
digeret.
“Terus aja gak papa” kata saya kepada
teman-teman yang lain, salah satu diantara merekapun menawarkan untuk
membawakan daypack saya. Ah, belakangan saya lupa kalau disanalah satu-satunya
tempat air saya.
Saya berjalan sangat
perlahan seperti nenek bangkokan yang menunggu sakaratul maut, bertumpu dengan
trekking pole mengikuti jejak telapak kaki pendaki terdahulu. Saya benar-benar
payah, sangat payah, lelah dan ngantuk, sesekali melihat keatas berharap
menemukan akhir batas pendakian. Tapi nihillllllll, yang ada cuma kilauan
lampu-lampu dari pendaki lain.
Saya lelah, ingin duduk tapi
tidak berani berbalik, seperti kaku karena sangat sangat fobia ketinggian.
Berikutnya saya bertemu dengan bang Tedy dan Yasin yang lagi duduk istirahat,
diapun memadatkan pasir didepannya dan membantu saya duduk. Wowww, pemandangan
saat itu sungguh luar biasa, diantara gelapnya hari kilauan lampu-lampu kota
sangat indah, entahlah sayapun kurang tau, apa itu kota Malang atau daerah
lain, tapi itu benar-benar keren dan luar biasa.
Bang Tedy pun yang kemudian
mengajari cara duduk dan berjalan di pasir, tidak boleh bertumpu pada trekking
pole namun hanya sebagai pegangan, memilih trek yang berpasir bukan batu, dan
melangkah dengan mantap tanpa khawatir dengan pasir yang melorot. Ternyata itu
benar-benar membantu, saya bisa melangkah dengan cepat tanpa ngos-ngosan.
Dengan mantap saya kembali melanjutkan perjalanan.
Namun beberapa kali saya
beristirahat karena mulai kehausan, dan beberapa kali pula meminta air kepada
pendaki-pendaki lain yang saya temui selama perjalanan, merekapun dengan senang hati memberikan sebagian bekal air mereka
walaupun sudah hampir habis. Sungguh saya merasa benar-benar terperangah dengan kebaikan mereka semua, bahkan kami tidak saling mengenal tapi mereka dengan sigap membantu saya berdiri, berbagi air dan bekal serta semangat tentunya, ya.. kekeluargaan di gunung memang benar-benar terasa berbeda.
Matahari mulai bersinar dan
hari mulai terang, Subhanallah... Saya melongo dan hampir menitikkan airmata,
saya tergugu tanpa bisa berkata apa-apa, pemandangannya keren sekali, serasa
berada diatas awan, sungguh betapa kecilnya manusia dihadapan Allah.
Saya kembali bergumul dengan
waktu, menargetkan maksimal jam 9 harus sampai dipuncak, karena maksimal jam 10
Mahameru harus bersih dari pendaki seiring dengan munculnya gas H2S dan kembali
melanjutkan perjalanan dengan sisa-sisa tenaga yang ada.
Oh God ternyata semakin
keatas kemiringannya pun semakin tidak masuk akal. Sebagian pendaki yang sudah
sampai dipuncak Mahamerupun sudah mulai turun, satu persatu dari mereka
menyemangati saya
“Ayo mba, sedikit lagi”
“Dikit lagi mba, Mahameru
sudah didepan”
“Ayo, bisa mba, semangat”
Kalimat-kalimat itu seperti
dopping untuk saya, Mahameru bukan lagi tujuan, toh saya harus tetap berjalan,
sampai atau tidak sampai yang penting saya sudah berusaha.
And finally.. Saya akhirnya
sampai dipuncak tertinggi pulau Jawa, di 3676 mdpl di pendakian pertama saya…
yeahhhhhhh!!! I can do it!! |
---
Terima kasih ya Allah,
Engkau telah membukakan hatiku untuk mengikuti trip ini. Ini adalah pengalaman
yang paling luar biasa sampai usia ke 23 tahun saya, perjalanan paling kompleks
yang membabat habis mental dan fisik, yang menyadarkan saya betapa sungguh
kecil manusia dihadapan Rabb nya dan hanya Allah lah yang Maha Penolong ketika
kita menempatkan titik nol kehidupan kepadaNya. Bahkan disana ada sahabat yang
sudah seperti keluarga..
Mahameru Memorable Trekking 2013 team |
Our leader team "mas Lovie" dan Farah ^^ |
Ranukombolo di perjalanan pulang |
Together we can :)))) |
*Maka nikmat Tuhan mana yang
Engkau dustakan?