Senin, 22 April 2013

Sebuah Perjalanan Seribu Kenangan (Memorable Trekking Semeru 2013)


Di Mahameru kami bersama menggantungkan asa, Mba Sandra, Mba Alia, Niza, Farah, Fia, Ka Lovie, Bang Tedjo, Nauvael, Mas Inul, Ibnu, Bayu, Yasin, Andri, Mas Ruspi, Adi, Bang Rony, Bang Rully dan Sauqi.
***

“Mahameru??? Yakin loe??? Hahahahahaha”

Kalimat itu terus terngiang-ngiang ditelinga saya dalam pendakian Mahameru, kata-kata itu saya dengar saat di Ranupane, dari para pendaki terdahulu yang berpapasan ketika kami akan memulai perjalanan. Itu mereka katakan setelah melihat baju yang kami kenakan “Mahameru, one love one heart one destination”.

28 Desember 2012
Saya terbangun dari tidur ketika pesawat yang membawa saya ke Juanda International Airport landing dengan baik, perjalanan panjang menuju tanah Jawa benar-benar melelahkan. Dimulai dari 5 jam naik mobil dari rumah ke Bandara Syamsudin Noor airport Banjarmasin, maklumlah rumah saya berada di Kabupaten Balangan yang jaraknya 200 km dari Banjarmasin,ditambah lagi penerbangan plus plus delay pesawat hampir yang memakan waktu hampir 3 jam. Ini adalah perjalanan pertama kalinya sendirian ke Surabaya, sebelumnya saya memang pernah beberapa kali ke Surabaya sewaktu Kuliah untuk Praktek  Industri dan tugas dari Kantor tempat saya bekerja sekarang, tinggal duduk manis di mobil yang sudah disiapkan, jadi perjalanan kali ini sedikit berbeda bagi saya yang jarang jalan-jalan keluar pulau sendirian.

Jam sudah menunjukkan pukul 8 malam, saya bergegas menuju conveyor mengambil bagasi untuk melanjutkan perjalanan ke Malang dengan Travel yang sudah dipesan sebelumnya, di mobil menuju Malang saya berkenalan dengan penumpang lain yang berasal dari Bandung dan Samarinda, mereka pula yang ikut membantu mengarahkan saya menuju alamat Jonas Homestay tempat  janjian menginap dengan Mba Alia. Ternyata disana sudah menunggu pula Bang Teddy dari Bontang dan Mas Inul dari Gresik dan dengan mereka pula kami bertugas belanja logistik keeseokan harinya, karena sudah hampir jam 10 malam dan naga dalam perut mulai ngamuk, selepas meletakkan semua barang-barang dikamar, kami diajak berkeliling Malang sekaligus dinner, kebetulan Mas Inul bawa mobil jadi gampang kesana kemari, jadi diajaklah kita nongkrong ngobrol ngalur ngidul dengan mereka yang super gila, jam 11 lebih saya dan mba alia dianter pulang ke homestay untuk istirahat dan bobo cantik.

29 Desember 2012
Tepat jam 9 pagi saya dan mba Alia dijemput bang Teddy dan mas Inul buat beli logistik kelompok, sementara kami belanja cowok-cowok memisahkan diri untuk beli perlengkapan pribadi yang masih kurang. Hasilnya, tatapan melongo dari bang Ted dan Mas Inul cukup menggambarkan betapa hebohnya belanjaan kami, pisss...
Alih-alih membunuh waktu para cowok-cowok menawarkan diri buat jemput Mba Sandra di bandara AbdulRahim Malang karena meeting point di Balai Rakyat Desa Tumpang di Mulai dari pukul 17.00. Mba Sandra merupakan peserta paling 'senior' di event ini dan satu-satunya pula peserta dari Padang. Berhubung Bang Ted ini bukan asli Malang dan mas Inul dari Gresik, Google maps lah bos nya selama perjalanan muter-muter Malang. Nyadar dari pagi belom sarapan, kita mengisi perut diwarung pinggir jalan akhirnya semangkok mie pangsit jadi sasaran kebiadaban para kuli ini, (sampai tulisan ini dibuat saya belum kesampaian makan bakso Cak Man #poorWiwin). Sesampai di bandara jam 13.00, tapi ternyata pesawat yang dijadwalkan landing jam 2 siang mengalami delay 1 jam karena cuaca buruk, suasana gerimis dan angin sepoi-sepoi tambah bikin ngantuk, Bang Ted dan Mas Inul memilih tidur di mobil sementara Mba Alia ngecharge handphone di ruang tunggu Bandara dan saya memilih menikmati segelas kopi yang justru tidak mengusir ngantuk sedikitpun.

Tepat jam 3 siang pesawat yang dinantipun akhirnya landing, kamipun bergegas  menuju point meeting Balai Rakyat Desa Tumpang. Sementara itu kami juga tidak putus-putusnya kontak BBM'an dengan teman-teman satu kelompok dari Kaltim dan Bandung yang juga dalam perjalanan menuju Desa Tumpang. Hampir magrib kami tiba di Balai Rakyat dan berkenalan dengan peserta lain yang berjumlah 50an orang, kebanyakan mereka berasal dari Jakarta dan bareng-bareng naik kereta ke Malang. Jujur saya merasa sangat kikuk dan minder dengan peserta lain yang memang sebagian besar sudah pernah bertemu, selain pada dasarnya saya pendiam dan sulit komunikasi, saya cenderung sulit bergaul dengan orang-orang baru dan lebih banyak diam. Saya ada dikelompok Arcapada yang berjumlah 18 orang, semua berasal dari Luar Jakarta, dari Kaltim, Padang, Bandung, Gresik, Boyolali, Jogja, Surabaya dan saya sendiri dari Kalsel.
Selepas magrib kami mempacking ulang bawaan dan sharing logistik ke masing-masing peserta kelompok, sedangkan untuk tenda, nesting dan kompor  khusus dibawa cowok-cowok, dilanjutkan dengan meeting dengaan seluruh peserta untuk persiapan pendakian besok dan pengumpulan berkas administrasi untuk TNBTS. Setiap kelompok didampingi oleh satu orang guide dari Backpacker Malang, beruntung kelompok saya beberapa orang sudah malang melintang dalam dunia pendakian, seperti leader team Mas Lovie, Bang Ted, Niza, Yasin, Novel, Mas Ruspi, Nauvael.
Dinginnya lantai Balai Rakyat Desa Tumpang pun akhirnya mengantarkan badan saya yang sangat lelah ke alam mimpi, beralaskan kardus dan berdempetan dengan mba Sandra untuk mengusir dinginnya udara Tumpang. Semeru. Here we come.


30 Desember 2012
Sudah hampir jam 6 pagi tapi rasanya malas sekali beranjak dari tempat tidur namun melihat teman-teman yang lain sudah mandi saya bergegas menuju mushola untuk sholat subuh dan antri di toilet yang mungkin itu adalah “pembuangan” terakhir ditempat yang seharusnya.
Sayapun bersiap dan memastikan barang bawaan agar tidak ada yang terlupa, sebelumnya saya, Mba Alia, Niza, dan Mba Sandra ditemani Yasin jalan-jalan di pasar Tumpang untuk membeli sayur sekalian sarapan dan membeli bekal untuk makan siang nantinya saat perjalanan Ranupane-Ranukumbolo, malang sekali hari itu, jam 10 sudah berlalu tapi tidak ada tanda-tanda jeep yang akan membawa kami ke Ranupani datang menjemput, wajah saya yang tadinya merata dengan sunblock pemberian ka Lovie perlahan mulai luntur seiring dengan kekesalan kami karena haripun sudah masuk Dzuhur dan langit perlahan mulai mendung, yup ini bulan Desember, musim penghujan dan mas Dwi guide kami bilang hampir dipastikan setiap jam 3 keatas selalu hujan. Tidak berapa lama jeep pun datang satu persatu, ternyata mereka dari mengantar tamu ke Bromo, benar saja ini tanggal-tanggal high season dimana banyak orang pergi ketempat wisata.
Perjalanan Tumpang-Ranupani pun dimulai ditemani hujan gerimis, semua keril kami ditumpuk jadi satu diatas jeep diikat dan titutup terpal, kamipun bersiap memakai jas hujan, sialnya, karena sepatu yang terlalu besar celana hujan sayapun robek ketika baru ingin memakainya. Oh bagus, inilah kaki saya dengan nomor sepatu 40-41!

Arcapada team "we are ready!!!"

Disepanjang perjalanan ditemani pemandangan yang indah dikanan dan kiri jalan, ladang sayur penduduk diperbukitan, perkebunan apel, bahkan aliran sungai kecil diantara jurang, keren! Maklumlah karena saya terbiasa bekerja di daerah yang dikelilingi gambut dan rawa. Suasana pun bertambah riuh mengiringi lawakan-lawakan jayus dari orang-orang sakit jiwa yang ada di jeep, Bayu, Bang Ronny, Niza, Mba Alia, Bang Ronny, Inul, Farah, Sauqi, Bang Rully, yang merupakan kumpulan manusia yang dicoret dari daftar orang-orang waras, bahkan pipi saya sangat sakit karena terlalu banyak tertawa, tanjakan sepanjang perjalanan pun menjadi tidak terlalu berarti lagi. 2 jam kemudian kami sampai di Ranupani yang merupakan desa terakhir sebelum pendakian, hujanpun semakin lebat menyambut kedatangan kami.

Jam 4 lebih kami baru memulai perjalanan menuju Ranukombolo, ditemani hujan lebat sungguh bukan waktu yang tepat untuk memulai perjalanan. Dengan pakaian berlapis raincoat kelompok kami berjalan pertama, dengan guide paling depan dan ka Lovie paling belakang untuk memantau anggota kelompok. Di awal trek kami sudah disuguhi tanjakan penuh pengharapan, baru beberapa meter saya sudah merasa ngos-ngosan sempat terpikir untuk berbalik arah dan kembali ke Ranupani, tiba-tiba saya tersadar betapa sombongnya saya ingin menapaki Mahameru tanpa bekal trekking sebelumnya. Sesekali kami berhenti sejenak untuk mengatur nafas dan minum beberapa teguk. Namun karena kondisi fisik yang berbeda-beda ditambah hujan tidak kunjung berhenti, kelompok kami jadi terbagi, sebagian ada yang cepat dan sebagian yang lain agak lebih santai. Saya pun terpisah dari teman2 cewek yang lain, Saya, Ibnu, Mas Inul, Bayu, Bang Ronny dan Mas Dwi yang merupakan guide kelompok kami. Duet Bayu dan Bang Ronny cukup menyegarkan suasana, ocehan-ocehan ngalur ngidul mereka yang sakit jiwa jadi mengalihkan pikiran dari capeknya badan. Sesekali kami bertemu dengan kelompok lain ataupun pendaki dari komunitas yang berbeda dan saling menyemangati. Perjalanan Ranupane-Ranukumbolo tidaklah terlalu sulit, hal ini saya sadari ketika perjalanan pulang, bahkan sebagian jalan sudah menggunakan bata press, memang sesekali ada tanjakan yang cukup mengerikan karena adanya longsor disebagian sisi jalan didekat Pos 2. Saya bahkan beberapa kali bertanya kepada Mas Dwi setiap kali melewati tanjakan “Ada berapa tanjakan lagi Mas setelah ini?” Kata mas Dwi, tanjakan yang cukup sulit ada disebelah Pos 3.
Tapi ketika hampir pukul 20.00 ditengah perjalanan menuju Pos 3 kondisi kami benar-benar mulai drop, lapar, dingin dan mengantuk itulah biang keroknya. Sayapun mulai kehabisan tenaga, Ibnu lah yang membantu menarik trekking pole yang saya ulurkan bila bertemu tanjakan. Awalnya Mas Inul mengusulkan ngecamp saja dan melanjutkan perjalanan keesokan harinya, tapi kata Mas Dwi lebih baik memasak makanan dan beristirahat sampai kondisi lebih fit karena perjalanan tinggal sedikit lagi, kebetulan kompor nesting dan logistik di share ke semua anggota kelompok. Waktu itu Ibnu kebagian bawa 2 buah Ransum Polri dari Mba Sandra, aku dan mas Inul lumayan banyak membawa mie Instan, dengan dibantu mas Dwi memasak (lebih tepatnya dimasakin Mas dwi ^^) jadilah malam itu dinner terindah dan terlezat yang pernah saya nikmati. 
Syukurlah setelah itu tidak berapa lama kami bertemu teman-teman satu kelompok, Ka Lovie, Mba Alia, Niza, Novel, Fia, Sauqi, dll.. dan ikut menyantap makan malam yang lezat kala itu. Kamipun melanjutkan perjalanan bersama dan berjanji tak akan berpisah lagi #uhukuhuk
Jam 11 malam kami sampai di Ranukumbolo, danau cantik di 2500 Mdpl tempat kami menginap sebelum ke Kalimati. Terlihat banyak tenda2 para pendaki lain yang telah terdahulu sampai. Trek untuk turun ke zona camp pun tidak mudah, sangat licin karena diguyur hujan seharian, sekali dua kali terpeleset sayapun memilih perosotan saja sepanjang jalan, hihihi, masa kecil kurang bahagia ini. Sesampainya dilokasi camp tepi danau Ranukombolo kami bergegas mendirikan tenda, merebus air dan mie instan penghalau dinginnya malam dan terpaan hujan sepanjang perjalanan siang tadi.

Malam itu saya tidur dengan Niza dan Mba Alia, parahnya isi carrier saya yang sudah saya bungkus plastik satu-satu, kemudian dibungkus trashbag dan luarnya memakai raincover sebagian besar basah, termasuk sleeping bag dan jaket. Rasanya apes sekali karena hidropack yang saya taruh dalam keril tidak tertutup rapat, bagaimana mau melanjutkan perjalanan besok? Sayapun dipinjami jaket tebal oleh Mba Sandra dan sarung tangan dari Mba Alia, lumayan lah untuk mengusir dingin yang menusuk tulang. Tidur sayapun sama sekali tidak nyenyak, lagi-lagi karena dingin yang mendera, sesekali terbangun dengan menggigil kedinginan. Malam yang benar-benar berat untuk saya pendaki amatiran ini.

31 Desember 2012
Saya terbangun dengan tubuh gempor seperti maling habis dikeroyok masa karena ketahuan mencuri ayam, trus digeret dari satu kampung ke kampung lain (ya ampun sadis amat ini)
Waktu itu jam sudah menunjukkan pukul 5 (belakangan saya lupa, itu jamnya masih WITA atau sudah saya pindah WIB), saya menengok keluar tenda melihat sekeliling, ternyata masih amat sepi, mengambil kamera dan keluar tenda, niatnya mau hunting sunrise tapi ternyata sudah terlewat, jadilah saya foto Ranukombolo dengan Bang Ronny yg sudah lama bangun dan nongkrong tepi danau.
Pagi di ranukumbolo

Pagi itu cuaca cerah sekali, kami sarapan didepan tenda Bang Teddy Cs, tendanya besar dan sangat bergaya #ngek konon katanya tenda itu biasa digunakan buat acara "ngetrail" bang Teddy, beratnya saja hampir 17kg.
Ada banyak menu random untuk sarapan, nasi ransum dari mba Sandra, Mie instan rebus, Bubur instan, Nasi dengan lauk rendang yang lagi-lagi dari mba Sandra yang langsung dibawa dari Padang, ranca banaaa!! Saya memilih sarapan bubur tapi akhirnya merebus mie lagi karena ngiler mie instannya Farah, hufh tidak konsisten!
Pagi itu ditemani segelas teh hangat diselingi candaan seru ala Arcapada team ditepi Ranukombolo, bersama mereka layaknya charge energi plus tambahan power bank setelah perjalanan panjang kemarin. Entahlah, bersama mereka layaknya keluarga padahal itu adalah pertama kalinya kami bertemu satu sama lain.
Emaknya Arcapada "Mami Alia dan Mba Sandra"

Sekitar jam 8 hari bertambah cerah, lumayanlah untuk menjemur barang-barang yang basah. Sleeping bag, baju, jaket dan sepatu berjejer diatas matras yang saya gelar disamping tenda. Sembari menunggu waktu untuk melanjutkan perjalanan ke camp berikutnya di Kalimati, apalagi kalau bukan foto-foto,hehehe.. Ranukombolo adalah danau dengan luas...Seperti layaknya kawah yang dikelilingi pepohonan dan hamparan rumput yang tertata rapi.
Hampir pukul 11 kami mulai berkemas, packing ulang barang-barang yang akan dibawa ke Kalimati, karena alasan kesehatan beberapa rekan tidak ikut melanjutkan perjalanan, termasuk bang Teddy yang akan menyusul ke Kalimati sore nantinya. Jadilah sebagian barang-barang yang dirasa kurang perlu saya titipkan ditendanya, begitu juga logistik dan peralatan kompor dan nesting, hanya sebagian yang kami bawa menyesuaikan kebutuhan sewaktu di Kalimati dan summit nanti.

Hari itu kembali diterpa gerimis, jadilah harus memakai raincoat lagi, itupun tinggal atasannya saja karena celananya sudah sobek-sobek sewaktu perjalanan Ranupani-Ranukombolo, maklumlah raincoat itu didesain untuk pengendara motor, bukan untuk outdoor, hiks. Setelah wara wiri menunaikan kewajiban session foto-foto kamipun melanjutkan perjalanan dengan membawa 4 tenda, menyisakan tenda besar bang Teddy di ranukombolo. Dikejauhan terlihat tanjakan cinta, tanjakan pertama menuju oro-oro ombo, mitosnya siapa yang dapat berjalan melewatinya tanpa menoleh kebelakang keinginan cintanya akan terwujud, yahh begitulah kira-kira.
Dibagian ini Mba Alia yang paling semangat, berdoa sejenak sambil menutup mata lalu berjalanan dengan mantapnya, sedangkan aku? Berjalanan tertatih-tatih seperti memikul derita berton-ton, apa ini?? Tanjakan cinta? Tapi tunggu, jangan percaya begitu saja dengan namanya, sungguh, namanya tak seindah yang terlihat, ini benar-benar berat apalagi dengan tubuh saya yang lebar dan belum pemanasan pula. Kata Novel mah: "ini bukan tanjakan cinta, tapi tanjakan keterlaluan" Yup, itu tanjakan kedua yang dinamai novel setelah tanjakan PHP di perjalanan Ranupani-Ranukombolo dekat pos 3. Oh jangan sampai tiba-tiba ada yang terlupa kemudian harus kembali lagi ke Ranukombolo untuk mengambilnya seperti mas ruspi, jackpot karena terlupa membawa sesuatu jadi mesti balik lagi..
Baru beberapa langkah saja sudah serasa kehabisan oksigen, yang akhirnya berhenti tiap dua atau tiga langkah sekedar untuk menstabilkan nafas. Hujan semakin deras, perjalanan dilanjutkan menuju oro-oro ombo, Oro-oro ombo adalah padang sabana yang luas, treknya pun datar saja nyaman untuk tiduran, sepanjang trek oro-oro ombo dikelilingi bermacam tanaman tinggi yang cantik salah satunya lavender, kala itu lavender sedang mekar, sayang session foto-foto di cut dulu karena akan menghalangi jalan dan mengganggu pendaki lain yang lewat.
 
Dari kiri kekanan (Farah, Niza, Dian Sastro :p, Bang Ronny, Mba Alia, Nauvael)
Sesampainya di Cemoro Kandang  hujan mulai reda, tidak lupa menyempatkan foto-foto (tetep) dan istirahat sejenak. Daerah ini penuh dengan pohon cemara, itulah mungkin kenapa dinamakan Cemoro Kandang atau kandangnya Cemara, #asal. Kami melanjutkan perjalanan kembali setelah cukup beristirahat, team kami kembali terpencar, tapi tidak terlalu jauh, saya berjalan beriringan dengan Mas Dwi dan Bang Ronny, dari sini saya mulai merasa ada yang salah dengan perut saya, saya benar-benar ingin pipis, sedangkan sepanjang trek semak-semak sekitar cemara tidak terlalu tinggi. Jadilah mas Dwi mencarikan tempat dan membukakan jalan untuk saya pipis dan nongkrong dengan antengnya sementara pendaki-pendaki lain lewat.
Hujan bertambah lebat, berjalanan pun terasa ngos-ngosan sekali, haus dan lapar, ini mungkin penyakit pribadi saya yang gampang lapar, hohoho.
Kami akhirnya istirahat duduk-duduk diatas kayu tua yang sudah lama tumbang sambil menikmati biscuit Bang Rully sambil becanda, entah siapa yang memulai bermain engklek sambil bawa keril itu, gilakkk..hahaha
Hampir memasuki Jambangan Novel mulai kedinginan teramat berat, dia meminta untuk ngecamp di Jambangan saja, tangannya benar-benar dingin seperti membeku, kami bersama-sama menggenggam tangannya untuk saling menghangatkan, lagi-lagi semangat itu datang tanpa diminta, didepan kami terlihat dari kejauhan sang Mahameru. Semangat itupun kembali muncul, tanpa peduli badan yang sudah letih dan dingin. Menyusuri jalanan dari Jambangan ke Kalimati yang membentuk aliran air yang licin dan becek. Saya meringis, Mahameru, itukah perjalanan kami selanjutnya?

Kalimati (2700 mdpl)
Hujan mulai reda dan menyisakan sepatu, pakaian yang basah dan raincoat yang hancur. Mie rebus yang dinikmati keroyokan dan segelas energen kembali memulihkan stamina. Kala itu hari sudah mulai sore, aku Niza dan Mba Sandra berjalan-jalan kedepan shelter dan memandangi Mahameru dari kejauhan, disini banyak sekali Edelwais, sayangnya musim hujan bukan waktu yang tepat melihatnya bermekaran.
Mahameru terlihat dari Kalimati

Selanjutnya kami memutuskan untuk beristirahat, memulihkan tenaga persiapan summit attack nanti malam, tepatnya “tengah malam” pukul 00.00.
Saya tidak dapat tidur dengan nyenyak karena masih ragu apakah mampu summit atau tidak, kedinginan, lelah, raincoat yang hancur, sepatu dan celana yang basah lengkap sudah alas an saya untuk tidak ikut summit nanti malam. Selepas magrib saya keluar dari tenda dan bertemu dengan Mas Andri dan teman-teman "kuda laut" (teman-teman dari pertamina *read) lainnya. Saya dengar mereka memutuskan tidak summit malam itu karena gear yang tidak siap, ini membuat saya semakin kalut tapi toh saya tetap ngikut mereka ke api unggun untuk menghangatkan badan dan mengeringkan sarung tangan dan celana. Ternyata disana sudah ada Mas Ucil, Mas Deddy, Vaza dan teman-teman yang lain, Mas Porternya mba Sandra juga membantu mengeringkan sepatu saya. Belakangan ada ka Lovie, dia juga bilang kalau sehabis itu saya disuruh tidur dengan Fia dan Sauqi.
Ternyata Sauqi sedang demam tinggi dan memutuskan untuk tidak summit, begitu pula dengan Fia. Yah.. kondisi fisik kita hanya kita yang tahu, saya jadi semakin bingung tapi tetap mempersiapkan pakaian untuk summit.
Hampir jam 11 saya terbangun, mba Alia pun dengan sigapnya mengecek tenda-tenda untuk membangunkan kami, membagikan kue lapis untuk bekal. Saya kalut, tapi apa mau dikata, tidak salahnya mencoba, anak-anak kuda laut yang tadinya berencana batal summit pun akhirnya memutuskan ikut summit. Berbekal Daypack yang berisikan cokelat, waterbag yang penuh dan seiris kue lapis dari mba Alia, saya pikir toh nanti kalau tidak kuat saya bisa stop di Arcapada.
Pukul 00.00 perjalanan dimulai setelah sebelumnya kami semua berdoa bersama, entah darimana asalnya ada kembang api pada saat itu. Ya, tepat pada saat pergantian tahun, dan inilah kado terindah diawal tahun 2013, perjalanan menuju Mahameru.
****
Entah kenapa perjalanan Kalimati-Arcapada terasa gila dan capek, padahal hanya ada tanjakan-tanjakan kecil, mungkin karena niat summit yang setengah-setengah yang membuat terasa berat. Sesampainya di Arcapada, sayapun kembali kalut, apa berhenti atau lanjut. Tapi melihat semangat teman-teman, terlebih mba Sandra yang ternyata tepat di hari itu sedang berulang tahun, membuat saya kembali bersemangat untuk melanjutkan perjalanan. Hingga sampai di Cemoro Tunggal diakhir vegetasi, saya terhenti, yang ada hanya lautan pasir dan batu dengan kemiringan yang mencengangkan bagi saya sang amatiran. Satu persatu teman-teman mulai naik, istilahnya naik 3 turun 2, 3 kali melangkah maju namun melorot 2 langkah. Apalagi melihat mba Sandra yang hampir menyerah karena sepatunya terlalu licin untuk trek berpasir, namun bang Rully terus memberikan dorongan dan menggeret mba Sandra. Saya bingung dan tidak kuat, baru melangkah sudah melorot, akhirnya saya digeret Ibnu, Adi dan Andri, oh jahatnya saya bahkan tidak bisa mengenali wajah orang-orang yang menggeret saya karena hari terlalu gelap.
Saya terus berjalan dengan digeret Ibnu, kadang mencoba berjalan sendiri tapi ujung-ujungnya juga saya mengangkat trekking pole minta ditarik, hehehe.
Lama kelamaan saya jadi kurang enak dengan Ibnu dan yang lain, tidak mungkin terus-terusan saya digeret.
“Terus aja gak papa” kata saya kepada teman-teman yang lain, salah satu diantara merekapun menawarkan untuk membawakan daypack saya. Ah, belakangan saya lupa kalau disanalah satu-satunya tempat air saya.
Saya berjalan sangat perlahan seperti nenek bangkokan yang menunggu sakaratul maut, bertumpu dengan trekking pole mengikuti jejak telapak kaki pendaki terdahulu. Saya benar-benar payah, sangat payah, lelah dan ngantuk, sesekali melihat keatas berharap menemukan akhir batas pendakian. Tapi nihillllllll, yang ada cuma kilauan lampu-lampu dari pendaki lain.
Saya lelah, ingin duduk tapi tidak berani berbalik, seperti kaku karena sangat sangat fobia ketinggian. Berikutnya saya bertemu dengan bang Tedy dan Yasin yang lagi duduk istirahat, diapun memadatkan pasir didepannya dan membantu saya duduk. Wowww, pemandangan saat itu sungguh luar biasa, diantara gelapnya hari kilauan lampu-lampu kota sangat indah, entahlah sayapun kurang tau, apa itu kota Malang atau daerah lain, tapi itu benar-benar keren dan luar biasa.
Bang Tedy pun yang kemudian mengajari cara duduk dan berjalan di pasir, tidak boleh bertumpu pada trekking pole namun hanya sebagai pegangan, memilih trek yang berpasir bukan batu, dan melangkah dengan mantap tanpa khawatir dengan pasir yang melorot. Ternyata itu benar-benar membantu, saya bisa melangkah dengan cepat tanpa ngos-ngosan. Dengan mantap saya kembali melanjutkan perjalanan.
Namun beberapa kali saya beristirahat karena mulai kehausan, dan beberapa kali pula meminta air kepada pendaki-pendaki lain yang saya temui selama perjalanan, merekapun dengan senang hati memberikan sebagian bekal air mereka walaupun sudah hampir habis. Sungguh saya merasa benar-benar terperangah dengan kebaikan mereka semua, bahkan kami tidak saling mengenal tapi mereka dengan sigap membantu saya berdiri, berbagi air dan bekal serta semangat tentunya, ya.. kekeluargaan di gunung memang benar-benar terasa berbeda.
Matahari mulai bersinar dan hari mulai terang, Subhanallah... Saya melongo dan hampir menitikkan airmata, saya tergugu tanpa bisa berkata apa-apa, pemandangannya keren sekali, serasa berada diatas awan, sungguh betapa kecilnya manusia dihadapan Allah.
Saya kembali bergumul dengan waktu, menargetkan maksimal jam 9 harus sampai dipuncak, karena maksimal jam 10 Mahameru harus bersih dari pendaki seiring dengan munculnya gas H2S dan kembali melanjutkan perjalanan dengan sisa-sisa tenaga yang ada.
Oh God ternyata semakin keatas kemiringannya pun semakin tidak masuk akal. Sebagian pendaki yang sudah sampai dipuncak Mahamerupun sudah mulai turun, satu persatu dari mereka menyemangati saya
“Ayo mba, sedikit lagi”
“Dikit lagi mba, Mahameru sudah didepan”
“Ayo, bisa mba, semangat”
Kalimat-kalimat itu seperti dopping untuk saya, Mahameru bukan lagi tujuan, toh saya harus tetap berjalan, sampai atau tidak sampai yang penting saya sudah berusaha.
And finally.. Saya akhirnya sampai dipuncak tertinggi pulau Jawa, di 3676 mdpl di pendakian pertama saya…
yeahhhhhhh!!! I can do it!!

---

Terima kasih ya Allah, Engkau telah membukakan hatiku untuk mengikuti trip ini. Ini adalah pengalaman yang paling luar biasa sampai usia ke 23 tahun saya, perjalanan paling kompleks yang membabat habis mental dan fisik, yang menyadarkan saya betapa sungguh kecil manusia dihadapan Rabb nya dan hanya Allah lah yang Maha Penolong ketika kita menempatkan titik nol kehidupan kepadaNya. Bahkan disana ada sahabat yang sudah seperti keluarga..
 
Miss u all Arcapada....

Mahameru Memorable Trekking 2013 team

Our leader team "mas Lovie" dan Farah ^^

Ranukombolo di perjalanan pulang

Together we can :))))

*Maka nikmat Tuhan mana yang Engkau dustakan?

2 komentar:

  1. Wah ini cita-citaku banget, tapi belum kesampaian. Semoga bisa berjodoh dengan Mahameru. Aamiin. Agak ga yakin sih, secara ke Bromo aja engap2an tiada tara :)) Apalagi skrg udah tambah jompo :p Tapi insyaAllooh tetap mau coba.

    BalasHapus
    Balasan
    1. amin.... semangat mbak Emy, anggap aja kayak jalan-jalan di mall, hihihi

      Hapus